Pameran Lukisan di Pondok Pesantren

Saya tidak sering melihat pameran, hanya beberapa kali saja menghadiri pembukaan atau menikmati lukisan. Meskipun di masa kanak dulu pernah belajar menggambar, tapi jalan seni yang akhirnya saya tekuni adalah sastra. Sebab itu, meskipun sedikit, masih tersisa chemistry saya terhadap lukisan.

Pameran karya seni lukis adalah hal biasa terlihat di dalam galeri-galeri. Akan tetapi, pameran menjadi sesuatu yang langka jika diadakan di pondok pesantren, lebih-lebih materi lukisan bukanlah mazhab realias. Dan hal itulah yang sedang berlangsung di PP Annuqayah, daerah Al-Furqaan Sabajarin, Guluk-Guluk.

Duo pelukis, Peni Citrani Puspaning (Surabaya) dan Sekartaji TSU (ISI Jogjakarta) memamerkan karya-karya mereka di ruang perpustakaan Madaris 3 Annuqayah, PP Annuqayah daerah Al-Furqaan Sabajarin, Guluk-Guluk, mulai dari tanggal 25 Desember 2023 hingga 30 Desember 2023. Sebagai orang yang pertama kali diajak rembukan untuk pameran ini, tentu saja saya bingung pada awal mulanya, mengingat target penikmat adalah kalangan santri dan lukisan yang dipamerkan pun bukanlah lukisan realis, bahkan cenderung surealis. Saya iyakan saja tanpa pikir panjang karena alasan berikut.

Ada dua alasan yang melatarbelakangi penyambutan ini. Pertama, ide dan gagasan seni lukis mereka bertema lingkungan (tema tertulis adalah; envi.ro.mental). Ini selaras dengan visi komunitas PSG (Pemulung Sampah Gaul) di SMA 3 Annuqayah yang merupakan kelompok siswa yang bergerak di bidang penyadaran lingkungan, khususnya pengendalian limbah plastik-sekali-pakai (single-use-plastic); kedua, pameran seni rupa atau seni lukis adalah hal baru di pondok pesantran, khususnya Annuqayah Guluk-Guluk, lebih khusus lagi jika seniman lukisnya berasal dari luar pesantren dan bukan karya lukis realis. Komunitas pelukis pondok rata-rata menempuh jalur sketsa atau realis. Barangkali ada mazhab di luar itu, tapi tidak banyak.

Acara yang dibuka oleh Bapak D Zawawi Imron ini dihadiri oleh perwakilan santri di lingkungan pondok pesantren Annuqayah, beberapa guru, ibu nyai, santri, dan undangan umum. Acaranya ditempatkan di halaman SMA 3 Annuqayah. Senarai acaranya sangat simpel. Tidak ada botol minuman plastik di acara itu. Minuman yang disuguhkan juga memberdayakan pangan lokal dengan menyajikan penganan lepet, pisang rebus, dll, dan wedang sereh. Beginilah mestinya kegiatan itu: semua elemen pendukung acara harus saling menopang.

Saatnya kita, terutama santri dan para pengunjung, mulai berpikir tidak hanya melalui teks yang dibaca, melainkan juga melalui permenungan dan refleksi berdasarkan lukisan. Sebagaimana dikatakan dalam pepatah, bahwa a picture paints a thousand words (satu gambar/lukisan menjelaskan seribu kata), maka ia sulit terbukti jika bukan si penikmat (dan/atau kurator) yang turut menafsirkannya sendiri.